BERBUAT IHSAN

Berbuat baik merupakan wasiat yang mengandung kebaikan dan kemaslahatan dalam kehidupan. Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Rasulullah bersabda ‘Sesungguhnya Allah menuliskan kebaikan atas setiap perbuatan, maka apabila kamu menyembelih perbaikilah caramu dalam menyembelih itu. Hendaklah salah seorang kamu menajamkan mata pisaunya dan hendaklah ia memperbagus sembelihannya’. Lihatlah bagaimana islam yang merupakan Dien Rahmatan lil Alamin memerintahkan untuk berbuat baik dalam mu’amalah dan dalam ibadah. Perintah berbuat baik ini tidak hanya berlaku bagi manusia tetapi rahmat islam itu diperintahkan pula untuk diaplikasikan kepada makhluk Allah yang lainnya (tumbuhan dan hewan) bahkan dalam keadaan perang. Dalam hal ini menunjukkan betapa agungnya nilai ihsan (berbuat baik) dan esensinya, bahkan ia merupakan sepertiga dari agama, Seperti yang diriwayatkan dari Umar ibnu Khathab dalam satu hadist panjang yang kemudian ditakhrij oleh imam Muslim ”………Sesungguhnya Jibril A.S bertanya tentang Iman, Islam dan Ihsan. setelah dia pergi Nabi SAW bersabda “ini Jibril, datang kepadamu untuk mengajarkan urusan agamamu” Rasul menjadikan tiga perkara itu sebagai agama : Iman, Islam dan Ihsan.

Nilai-nilai Ihsan termaktub dalam perkataan dan perbuatan. Nilai-nilai Ihsan ini tidak akan dapat tercapai kecuali dilaksanakan dengan menyadari bahwa Allah selalu mengawasi, dan tingkatan tertinggi dari Ihsan adalah mengerjakan didalam hati, lisan dan seluruh anggota tubuh seolah-olah Allah melihatnya.

Ihsan merupakan usaha untuk memperbaiki perkataan, perbuatan, niat dan kehendak untuk mencapai manfaat. Pemahaman tauhid yang benar merupakan pondasi awalnya dan hal itu dapat dicapai melalui perenungan ilmu yang sangat mendalam yang disebutkan dalam hadits Jibril, “Ihsan adalah menyembah Allah seolah-olah kamu melihatNYA, maka jika kamu tidak melihatNYA, Niscaya Dia melihatmu”.

Kehidupan para ulama zaman Salaf dipenuhi dengan berbagai sifat kebaikan dapat kita jadikan ibroh (pelajaran) bagaimana nilai-nilai Ihsan itu diaplikasikan. Abdulah bin Mubarraq seorang ulama besar pada masa khalifah Harun Al-Rasyid, seorang Mujtahid yang luas wawasan keilmuannya, seorang yang shaleh yang selalu membela islam dengan seluruh kemampuannya agar kemuliaan islam berkibar, dapat kita jadikan sebagai salah satu contoh dimana perbuatan Ihsan merupakan kepribadian generasi Salaf. Hal-hal yang mengharumkan namanya yang merupakan perwujudan keIhsanan budi pekertinya adalah sifat beliau yang suka menolong orang lain yang sedang kesusahan tanpa mau diketahui oleh orang yang ditolongnya. Hal ini dibuktikan saat seorang sahabatnya dipenjara karena tidak sanggup membayar hutang sebesar 10.000 dirham, akhirnya dia mencari orang yang menghutangi sahabatnya untuk melunasi hutang sahabatnya tanpa diketahui oleh sahabatnya. Saat sang sahabat keluar dari penjara dan menemui Abdullah bin Mubarraq dengan wajah yang dipenuhi kebahagiaan dan seolah tidak pernah terjadi apa-apa beliau menyambut kedatangan sahabatnya dengan rasa penuh suka cita. Setelah mendengar ceritanya selama tidak bertemu dengannya dan bagaimana ia dipenjara dan akhirnya dibebaskan dengan dilunasi hutangnya oleh seorang yang misterius, Abdullah bin Mubarraq menasehati sahabatnya agar bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepadanya. Perbuatan Abdullah bin Mubarraq tidak pernah diketahui oleh sahabatnya meski sekian tahun sahabatnya mencari tahu siapa orang yang dermawan yang telah melunasi hutangnya. Sampai akhirnya beberapa waktu setelah Abdullah bin Mubarraq meninggal diberitahukanlah bahwa orang yang melunasi hutangnya adalah Abdullah bin Mubarraq sendiri.

Berbuat baik merupakan akhlak islam, Jika Al-Islam kita ibaratkan sebuah pohon maka Iman merupakan akar-akarnya. Islam merupakan batangnya dan Ihsan merupakan daun-daun rindangnya. Allah SWT telah memerintahkan perbuatan baik ini dalam firmannya di surat Al-Imran ayat 134: Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. Rasulullah juga memuji orang yang suka berbuat baik dengan sabda beliau di sebuah hadits yang ditakhrij Imam Muslim : Sungguh mengagumkan urusan orang beriman itu, karena semua urusannya adalah baik. Hal itu tidak akan terjadi pada seorangpun kepada orang mukmin. Jika diberikan kesenangan dia bersyukur sehingga hal ini menjadi kebaikan baginya, Jika ditimpa musibah ia akan bersabar sehingga hal ini menjadi kebaikan baginya.

Aidh Al-Qorni menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat kebaikan ini “mereka adalah orang-orang yang memberi maaf kepada orang yang mendzalimi mereka, bahkan berbuat baik kepada mereka, membantu (orang lain) dengan harta, kedudukan atau dengan kebaikan hati mereka. ketika ada orang yang berbuat jahat kepada mereka maka mereka membalasnya dengan kebaikan karena itulah mereka ditempatkan pada tingkatan yang paling tinggi. “Semoga Allah menjadikan kita sebagai golongan Muhsinin…” Amin….

Penulis

Guru SD LABSCHOOL Cibubur dan anggota KMPA Eka Citra Universitas Negeri Jakarta

Daftar bacaan :

  1. Abu Bakar Al-Jazari, Pesan dari masjidil Haram, Jakarta : Pustaka Azzam 2002
  2. Abdul Aziz bin Nashirul Jalil & Bahaud-Din bin Fatih Aqil, Dimana Posisi Kita Pada Kalangan Salaf, Jakarta : Pustaka Azzam 2001
  3. DR. A’idh Al-Qorni, Menjadi Manusia Paling Bahagia, Solo : Pustaka Arafah 2004
  4. Imam Muslim bin Hajjaj Al Quraisy An Nisaburry, terjemah Hadits Shahih Muslim jilid I-IV, Jakarta : Penerbit Widjaya Cetakan ketiga 1993

MISTISME PENDAKIAN


Mistik didefinisikan oleh Annemarie Schimmel dalam bukunya “Mystical Dimension of Islam” sebagai CINTA kepada Sang Mutlak. Hal ini dikarenakan kekuatan yang memisahkan mistik sejati dari sekedar ascesticism (pertapaan) adalah CINTA, sebuah kata yang sebenarnya adalah sebuah kekuatan yang membawa jiwa menuju illahi. Cinta illahi membuat para pencarinya mampu menyandang atau lebih jauh lagi mampu menikmati segala sakit dan penderitaan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya untuk dijadikan ujian untuk memurnikan jiwanya (kompas, Jumat 8 Maret 2002). Cinta illahi atau yang dikatakan Plato sebagai Cinta kepada Sang Baik akan dapat mengantarkan jiwa sang mistikus kehadirat ilahi “Bagaikan elang yang membawa mangsanya” yakni memisahkan dirinya dari segala sesuatu yang tercipta dari ruang dan waktu, menjadikan sebuah kehidupan menjadi sebuah Euzen (hidup yang bermakna atau hidup yang penuh kebaikan) bukan hanya sekedar Zen (hidup yang biasa) (Frans Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika).
Alam dengan segala tantangannya, segala keindahannya, segala pesonanya, memberikan media bagi jiwa manusia untuk dekat dengan “Sang kebenaran mutlak”, hanya karena alam mempunyai aura tersendiri yang memancarkan kodrat illahi. Kahlil Gibran, seorang yang dipandang sebagai mistikus terbesar Asia menggunakan alam sebagai media untuk mendekatkan diri dalam mendapatkan kekuatan jiwa yang sempurna, seperti yang ia tulis dalam Prahara “Aku mencari kesunyian karena di dalam kesunyian terdapat kehidupan jiwa dan pikiran, hati dan raga. Aku mencari hutan belantara karena disana aku menemukan cahaya matahari, harum kembang, gemercik sungai. Aku mencari pegunungan karena disana aku temukan kebangkitan musim semi, kerinduan musim panas, nyanyian musim gugur dan kekuatan musim dingin. Aku datang ke biara sunyi ini karena aku ingin mengetahui rahasia alam semesta dan mendekati singgasana Tuhan” (Kahlil Gibran, Bagi Sahabatku Yang Tertindas).
Aura mistis gunung sebagai bagian dari kekuatan alam disuarakan juga oleh Homerus, seorang penyair besar Yahudi pada abad sebelum Masehi yang menyenandungkan bait pujian kepada para Dewanya yang bersemayam di gunung Olympus. “….Begitulah singgasana para Dewa di puncak cakrawala, cerah bermandikan sinar surya. Disitulah para Dewa bahagia mengenyam suka hari demi hari…” (Lorus J.Milne & Margarie J.Milne, Gunung).
Bersatunya manusia dengan alam ini adalah sebuah simbiosis yang membuat manusia menemukan kebenaran sejati. Goa Hiro di bukit cahaya (Jabal Nur) merupakan saksi sejarah dimana seorang manusia diangkat menjadi manusia sempurna sementara masyarakat pada masa itu berada pada titik balik kodrat kemanusiaannya.
Satu hal yang perlu digarisbawahi bagi mereka yang mencintai alam atau mereka yang mencintai petualangan di alam adalah menjadikan nilai mistis sebagai suatu bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatannya. Nilai mistis yang berdimensi spiritual adalah untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, bukan nilai mistis yang dimetaforakan menjadi salah yaitu nilai mistis yang berdimensi khurafat yang dapat menjauhkan manusia dari kesempurnaan sebagai makhluk mulia disisi Tuhan.
Tidak ada yang menyangkal bahwa alam terutama puncak-puncak gunung tingginya menyimpan suatu kefasihan kudrati, seperti yang dilakukan para pendeta Himalaya yang memandang pendakian sebagai suatu ziarah.
Siapapun anda, jangan pernah menyisihkan nilai mistis spiritual ini karena pada hakikatnya semua berorientasi kepada Tuhan.








Daftar Pustaka : 
  1. Gunung, Lorus J.Milne & Margarie J.Milne, Pustaka Alam Life, Jakarta, 1983  
  2. Mistisme, Toleransi dan Kesatuan Agama, Kompas, Jumat 8 Maret 2002  
  3. 13 Tokoh Etika, Frans Magnis Suseno, Kanisius, Jakarta, 1999  
  4. Bagi Sahabatku yang Tertindas, Kahlil Gibran, Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, 2000

    FOTOGRAFI ALAM BEBAS

    Menikmati sunrise diatas puncak gunung atau sunset di horizon laut saat wisata pantai merupakan fenomena alam yang sangat indah dan sangat sayang untuk dilewatkan. Berbagai kegiatan petualangan di alam sebaiknya dibuat dokumentasi yang dapat dilakukan dalam bentuk foto, video, film, sketsa ataupun dalam bentuk laporan tertulis. Dokumentasi tersebut akan berguna untuk berbagai tujuan, seperti bermanfaat untuk melengkapi ketika membuat laporan menyeluruh dari kegiatan yang telah dilakukan, sebagai alat evaluasi dan juga sebagai bahan pelengkap sewaktu membuat laporan tertulis atau hanya sebagai sebuah karya untuk kepuasan jiwa.

    Dalam mendokumentasikan kegiatan petualangan dalam bentuk fotografi terdapat dua jenis sasaran pemotretan : Pertama subjek pasif dan yang kedua subjek aktif. Subjek pasif seperti : pemandangan alam, monumen atau arsitektur maupun karya seni budaya lainnya sepertinya tidak sulit untuk mengabadikannya. Sedangkan untuk subjek aktif, pemotret dituntut untuk lebih peka dalam menangkap atau merespons momentum yang tepat. Tetapi memang kedua bagian pemotretan itu sama-sama dituntut kesabaran serta kreatifitas yang tinggi tanpa mengabaikan segi-segi teknis fotografi itu sendiri.

    Pemandangan alam dengan segala komponen yang ada di dalamnya merupakan subjek pasif fotografi. karenanya bidang pemotretan ini mudah dikerjakan. Sementara subjek aktif dalam pemotretan kegiatan petualangan yang akan didokumentasikan umumnya bagian dari pemotretan yang lebih sulit dikerjakan, diantaranya dikelompokkan pada manusia dengan segala kegiatannya, flora dan fauna di habitatnya serta acara kegiatan itu sendiri.

    Bagi yang hendak menekuni pemotretan kegiatan petualangan yang penuh tantangan, sebaiknya membekali diri dengan pengetahuan dasar-dasar fotografi terutama pada dasar teknis fotografi serta pada bidang keselamatannya sesuai prosedur yang berlaku serta dasar-dasar teknik hidup di alam bebas untuk meminimalisir resiko dari segi bahaya subyektif maupun dari segi bahaya obyektif.

    Manajemen kamera dan Pemotretan

    Fotografi arti harfiahnya adalah melukis dengan cahaya, karena itu pada waktu berada di lokasi kegiatan seseorang dituntut kesabaran, kreativitasnya dalam memanfaatkan cahaya dihadapannya. Peralatan kamera berikut segala perlengkapannya harus mampu dioperasikan secara sempurna.

    Memotret di Indonesia yang masuk dalam kawasan hutan hujan tropis, pelaku fotografi harus dapat memperkirakan segala pengaruh buruk terhadap perlengkapan kamera. Suhu udara yang panas dan kelembaban yang tinggi dapat berpengaruh pada lensa-lensa kamera.

    Pada bidang pemotretan di alam dengan segala kegiatannya, diperlukan peralatan dan perlengkapan kamera yang memadai. Pilihan praktis bisa diberikan kepada lensa-lensa vario/zoom masing-masing mulai dari 20-35 mm maupun 200-400 mm. Tele converter atau exlensioan tube serta bellow juga bisa bermanfaat saat diperlukan. Memanfaatkan hasil teknologi yang ada di pasaran dapat membuat pekerjaan jauh lebih efesien.

    Manajemen pribadi dan Alam

    Mereka yang berminat menekuni fotografi alam bebas, selain dituntut menguasai segala ilmu fotografi sebaiknya juga memiliki fisik dan mental yang prima. Cermati waktu pemotretan yang cenderung lebih baik dilakukan pada pagi hari dengan berbagai kelebihannya, seperti tumbuh-tumbuhan yang tampak lebih segar atau suasana alam yang lebih ceria. Pada sore hari umumnya umumnya lebih kaya dengan warna-warni kemerahan. Hal ini bukan berarti kegiatan yang berlangsung pada siang ataupun pada malam hari menjadi kurang bermanfaat. Memotret di alam bisa menghasilkan gambar yang demikian dramatis pada tengah hari yang terik terutama bila dapat memanfaatkan pantulan cahaya matahari diatas permukaan air yang cenderung menghasilkan warna putih keperakan pada sudut pandang tertentu suasana romantis dari gambar silhouette tidak terlalu sulit untuk dihasilkan.

    Khusus pada bagian fisik, pelaku diharapkan dalam kondisi prima yang bertujuan agar pelaku bisa berada di lokasi pemotretan yang berlangsung di alam bebas mutlak membutuhkan stamina tinggi. Pada perjalanan jauh dengan kondisi medan yang mendaki atau menurun dengan berbagai tingkat kesulitan biasanya akan sangat melelahkan. Menghadapi medan sulit di lintasan jalan setapak, memanjat tebing-tebing tinggi dengan batu-batu cadasnya, menelusuri goa yang dalam dengan kegelapannya, menerobos semak-semak belukar ataupun ketika menyebrangi sungai tanpa titian memerlukan perlengkapan dan pengetahuan yang memadai agar kegiatan dapat berjalan dengan lancar dan aman.

    Pelaksanaan Pemotretan

    Pada waktu pelaksanaan pemotretan, perlu antisipasi fenomena alam yang ada yang dapat berpengaruh pada diri sendiri dan kamera, misalnya pada saat gunung meletus, usahakan dan perhitungkan kemungkinan buruk bagi diri sendiri maupun perlengkapan kamera yang dimiliki. Debu halus yang terdiri dari berbagai unsur partikel bahan kimia diantaranya asam silika, belerang, dll selain bisa mengganggu perlengkapan kamera juga tidak baik untuk paru-paru pemotret itu sendiri.

    Jangan ragu menggunakan lampu kilat pada pemotretan di siang hari maupun di malam hari. Terutama untuk menghilangkan bayangan ( pada siang hari ), bisa juga untuk menambah penyinaran pada bagian latar depan ( malam hari ), pada pemotretan panorama/pemandangan alam pelaku senantiasa berikhtiar menghadirkan dimensi ketiga dengan cara memasukan bagian-bagian lainnya sebagai latar depan atau bisa juga dengan menangkap pantulan bayangan objek pemotret itu. Usahakanlah menciptakan kreasi baru dan jangan mengekor dari yang pernah dibuat oleh pemotret lain. Masih banyak kemungkinan lebih baik dalam menghasilkan gambar-gambar yang pernah dibuat orang lain. Berpikir dan berusaha menjadi yang pertama dan terbaik. Ciptakan yang lain dari yang biasa sehingga hasilnya tidak hanya sebagai gambar biasa-biasa saja.

    Penutup

    Beberapa tips terakhir mungkin akan berguna untuk dibiasakan menjelang pada waktu pemotretan petualangan di alam untuk mendapatkan hasil yang terbaik dan aman.

    1. Sebelum berangkat sebaiknya membuat daftar/cheklist dari segala peralatan maupun perlengkapan fotografi yang akan dibawa. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kemungkinan ada yang terlupa.
    2. Periksa semua peralatan yang akan dibawa apakah segalanya berfungsi dengan baik dan dapat dioperasikan dengan sempurna.
    3. Membawa body kamera lebih dari satu.
    4. Halalkan segala cara untuk bisa mengabadikan semua kegiatan petualangan tanpa ragu-ragu ataupun merasa bersalah, seperti jangan merasa bersalah saat menyaksikan anak burung yang sedang dimakan ular, karena itu merupakan proses bagaimana alam menjadi seimbang.
    5. Hasil pemotretan harus bisa bermanfaat dan disimpan dengan baik.

    Daftar Pustaka

    1. Diktat Teknik Hidup Alam Bebas, KMPA Eka Citra Universitas Negeri Jakarta, Jakarta 2004
    2. Diktat Fotografi, Kelompok Mahasiswa Peminat Fotografi ( KMPF ) Universitas Negeri Jakarta, Jakarta 2001
    3. Diktat Caving Gladian Nasional Pecinta Alam, Surabaya 2000

    BOULDERING ( Sistem Pemanjatan Tanpa Alat )


    Diawali langkah Don Robinson pada tahun 1990 di Leeds University dengan mempelopori dibuatnya dinding panjat tebing buatan pertama yang diberi nama Achertrust, sejak saat itu pelan tapi pasti panjat tebing mengalami evolusi dari sekedar aktifitas petualangan dengan media tebing alam menjadi sebuah cabang olahraga yang dapat dipertandingkan, Sehingga lambat laun panjat tebing yang awalnya merupakan bagian dari mountainering akhirnya independent terpisah dan kemudian terkenal dengan media alam tebing-tebing alam, baik yang kering ( Tropic Climbing ) maupun yang bersalju ( Ice Climbing ).
    Perkembangan pesat panjat tebing di luar negeri membawa pengaruh besar ke Indonesia meskipun masih dalam tahap awal yang diperkenalkan oleh Harry Suliztiarto pada tahun 70-an dengan memanjat tebing-tebing alam berbatuan karst di desa Citatah, Padalarang, Jawa Barat. Panjat tebing semakin berkembang baik di Indonesia dari segi petualangan dan semakin berkembang baik menjadi extreme sport yang bernilai prestasi sejak diadakannya perlombaan panjat tebing alam di pantai Djimbaran, Bali pada tahun 1987. Sejak diperkenalkannya panjat tebing buatan oleh para pemanjat Prancis pada awal tahun 90-an yang diikuti dengan dimulainya kejuaraan nasional panjat tebing yang pertama di Bintaro dengan papan panjat setinggi 15m, panjat tebing benar-benar telah mendapat tempat bagi pemuda Indonesia.
    Pada umunya panjat tebing dalam metodenya dibagi menjdi 2 metode: pertama, metode memanjat dengan menggunakan pengaman dan yang kedua, memanjat tanpa menggunakan pengaman. Bouldering diartikan sebagai sistem pemanjatan tanpa menggunakan alat sebagai pengaman dan penambah ketinggian. Pengertian ini memang hampir sama dengan sistem pemanjatan free soloing tetapi ada dua catatan yang membedakannya. Pertama, biasanya arah ketinggian maksimal bouldering adalah tiga meter. Kedua, arah memanjat bouldering adalah menyamping.
    Bouldering biasa dilakukan untuk melakukan warming up sebelum melakukan pemanjatan yang sebenarnya juga dilakukan untuk melatih teknik-teknik pemanjatan baik berupa penggunaan kaki, tangan dan badan juga gerakan-gerakan lain yang diperlukan dalam pemanjatan, selain itu bagi para pecinta panjat tebing, bouldering dianggap sebagai sebuah kreasi karena dengan melakukannya akan mendapatkan satu nilai kepuasan tersendiri.
    Seiring dengan perkembangan kompetisi panjat tebing, bouldering kini menjadi salah satu nomor panjat tebing yang kini menjadi salah satu nomor panjat tebing yang biasa dipertandingkan seperti dalam X-Games Competition ( sebuah kompetisi internasional yang biasa mempertandingkan olahraga ekstrim ) dan kejuaran-kejuaraan yang dilakukan oleh UIAA ( Asosiasi panjat tebing internasional ) bahkan kompetisi tradisional panjat tebing alam yang dilakukan di Amerika Serikat di jalur pemanjatan tebing alam Yosemite dan Dolosemite ( Kompetisi ini merupakan salah satu kompetisi panjat tebing alam tertua di dunia ) Bouldering menjdi salah satu nomor yang dipertandingkan, dan dari kompetisi bouldering inilah nama Chris Sharma menjadi legenda karena merupakan pemanjat termuda yang dapat memecahkan jalur tersulit pada jalur Yosemite.
    Karena merupakan bagian dari exstreme sport yang banyak mengandung resiko dalam pelaksanaannya, maka prosedur-prosedur dalam melakukannya harus benar-benar diperhatikan.
    Beberapa prosedur melakukan bouldering yang biasa dijadikan acuan adalah :
    Spotter ( orang yang menahan atau mengarahkan ), kehadiran satu atu dua orang teman sangat baik untuk menahan kepala, leher dan punggung saat terjatuh ke tanah sehingga laju dari jatuhnya tubuh tidak terlalu keras dan aman. Tugas seorang Spotter tidak hanya menangkap atau menahan pemanjat tetapi dia juga harus mampu mengarahkan dan membaca arah gerakan jatuh seorang pemanjat dalam melakukan bouldering.
    Landing ( tempat mendarat ), penilaian untuk lokasi mendarat pada bouldering sebenarnya sangat mudah, misalnya apakah tempat itu datar dan bebas dari sesuatu yang bisa membuat pergelangan kaki atau tangan menjadi cidera/terkilir saat terjatuh, atau apakah banyak batu atau kerikil yang berserakan sehingga membahayakan posisi Spotter saat melakukan tugasnya.
    Exposure ( daerah terbuka ), biasanya berhubungan dengan ketinggian, definisinya merupakan gabungan dari tempat mendarat, posisi tubuh dan cara berpikir. Cara berpikir sangat diperlukan, dan hal ini akan dipengaruhi oleh lokasi yang dipilih. Salah satu peraturan dalam bouldering adalah mengingatkan apakah anda mau meloncat saat menggapai point terakhir. Jika point terakhir itu terlalu tinggi untuk diloncati mungkin jalur itu terlalu panjang untuk jalur boulder.
    Descent ( daerah untuk turun ), jangan naik jika tidak tahu bagaimana turunnya. Sebelum bouldering sebaiknya jalan-jalan di sekitar lokasi untuk mencari informasi yang diperlukan atau lebih dikenal dengan orientasi medan.
    Meskipun telah menjadi independent dan tidak lagi menjadi bagian dari mountainering tetapi panjat tebing tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip teknik hidup alam bebas. Buldering sebagai bagian dari panjat tebing juga tidak lepas dari hal itu dalam meminimalkan resiko dengan manajemen resiko secara baik sehingga dalam melakukannya tidak bisa lepas dari objective risk factor dan subjective risk factor management agar kegiatannya dapat dilakukan dengan aman dan menyenangkan jiwa seorang pemanjat.
    Daftar Pustaka :
    1. Diktat Teknik Hidup Alam Bebas, KMPA Eka Citra Universitas Negeri Jakarta, Jakarta 2004
    2. Diktat Mapala UI, Badan pelantikan Anggota Baru Mapala UI, Depok 1999