Karena Kau Tulang Rusukku

Sebuah senja yang sempurna, terlihat begitu romantis. Sepotong donat, dan lagu cinta yang lembut. Adakah yang lebih indah dari itu, bagi sepasang manusia yang memadu kasih? Raka dan Dara duduk di punggung senja itu, berpotong percakapan lewat, beratus tawa timpas, lalu Dara pun memulai meminta kepastian. ya,,, tentang cinta.

Dara : Siapa yang paling kamu cintai di dunia ini?
Raka : Kamu
Dara : Menurut kamu, aku ini siapa?
Raka : (Berpikir sejenak, lalu menatap Dara dengan pasti) Kamu tulang rusukku!



Ada tertulis, الله melihat bahwa Adam kesepian. Saat Adam tidur,  الله mengambil rusuk dari Adam dan menciptakan Hawa. Semua pria mencari tulang rusuknya yang hilang dan saat menemukan wanita untuknya, tidak lagi merasakan sakit di hati.
Waktu berlalu.... akhirnya mereka berdua pun akhirnya menikah.
Setelah menikah, Dara dan Raka mengalami masa yang indah dan manis untuk sesaat. Setelah itu, pasangan muda ini mulai tenggelam dalam kesibukan masing-masing dan kepenatan hidup yang kian mendera. Hidup mereka menjadi membosankan. Kenyataan hidup yang kejam membuat mereka mulai menyisihkan impian dan cinta satu sama lain.


Mereka mulai bertengkar dan pertengkaran itu mulai menjadi semakin panas. Pada suatu hari, pada akhir sebuah pertengkaran, Dara lari keluar rumah. Saat tiba di seberang jalan, dia berteriak, “Kamu tidak cinta lagi kepadaku!”

Raka sangat membenci ketidakdewasaan Dara dan secara spontan balik berteriak, “Aku menyesal kita menikah! Kamu ternyata bukan tulang rusukku!

Tiba-tiba Dara menjadi terdiam, berdiri terpaku untuk beberapa saat. Matanya basah. Ia menatap Raka, seakan tak percaya pada apa yang telah dia dengar.

Raka menyesal akan apa yang sudah dia ucapkan. Tetapi seperti air yang telah tertumpah, ucapan itu tidak mungkin untuk diambil kembali.

Dengan berlinang air mata, Dara kembali ke rumah dan mengambil barang-barangnya, bertekad untuk berpisah. “Kalau aku bukan tulang rusukmu, biarkan aku pergi!! Biarkan kita berpisah dan mencari pasangan sejati masing-masing!!”.


Lima tahun berlalu.....
Raka tidak menikah lagi, tetapi berusaha mencari tahu akan kehidupan Dara. Dara pernah tinggal di luar negeri, menikah dengan orang asing, bercerai, dan kini kembali ke kota semula. Dan Raka yang tahu semua informasi tentang Dara, merasa kecewa, karena dia tak pernah diberi kesempatan untuk kembali, Dara tidak menunggunya.

Dan di tengah malam yang sunyi, saat Raka meminum kopinya, ia merasakan ada yang sakit di rusuknya. Tapi dia tidak sanggup mengakui bahwa dia merindukan Dara.

Suatu hari, mereka akhirnya kembali bertemu. Di airport, di tempat ketika banyak terjadi pertemuan dan perpisahan, mereka dipisahkan hanya oleh sebuah dinding pembatas, mata mereka tak saling mau lepas.

Raka : Apa kabar?
Dara : Baik… mmmm.., apakah kamu sudah menemukan rusukmu yang hilang?
Raka : Belum.
Dara : Aku terbang ke New York dengan penerbangan berikut.
Raka : Aku akan kembali 2 minggu lagi. Telpon aku kalau kamu sempat!! Kamu tahu nomor telepon kita, belum ada yang berubah. Tidak akan ada yang berubah!!
Dara tersenyum manis, lalu berlalu.
“Good bye….”



Seminggu kemudian, Raka mendengar bahwa Dara mengalami kecelakaan, ia meninggal. Malam itu...sekali lagi, Raka mereguk kopinya dan kembali merasakan sakit di rusuknya. Akhirnya dia sadar bahwa sakit itu adalah karena Dara, tulang rusuknya sendiri, yang telah dengan bodohnya dia patahkan.


“Kita melampiaskan 99% kemarahan justru kepada orang yang paling kita cintai. Dan akibatnya seringkali adalah fatal”.
Karena itu, haruskah kita mencintai??

Kepada siapakah Cinta sejati ini harus diberikan???
Hari ke 6 Bulan September 2009


"CINTA ITU TAK TERLIHAT"

Kenapa kita menutup mata ketika kita tidur ?,
ketika kita menangis ?,
ketika kita membayangkan ?.
Itu karena hal terindah di dunia ini TIDAK TERLIHAT...

Ketika kita menemukan seseorang yang keunikannya SEJALAN dengan kita. Kita bergabung dengannya dan jatuh ke dalam suatu keanehan serupa yang dinamakan CINTA. Ada hal-hal yang tidak ingin kita lepaskan. Orang-orang yang tidak ingin kita tinggalkan... Tapi ingatlah... melepaskan BUKAN akhir dari dunia, melainkan awal suatu kehidupan baru. Kebahagiaan ada untuk mereka yang menangis, mereka yang tersakiti, mereka yang telah mencari... dan mereka yang telah mencoba. Karena MEREKALAH yang bisa menghargai betapa pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan mereka...

CINTA yang AGUNG ?, adalah ketika kamu menitikkan air mata dan MASIH peduli terhadapnya, adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu MASIH menunggunya dengan setia, adalah ketika dia mulai mencintai orang lain dan kamu MASIH bisa tersenyum sembari berkata 'Aku turut berbahagia untukmu'.
Apabila cinta tidak berhasil... BEBASKAN dirimu... biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya dan terbang ke alam bebas LAGI. Ingatlah... bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan kehilangannya.
Tapi ketika cinta itu mati, kamu TIDAK perlu mati bersamanya...

Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu menang, MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika mereka jatuh.
Entah bagaimana dalam perjalanan kehidupan, kamu belajar tentang dirimu sendiri dan menyadari bahwa penyesalan tidak seharusnya ada.
HANYALAH penghargaan abadi atas pilihan-pilihan kehidupan yang telah kau buat.

TEMAN SEJATI... mengerti ketika kamu berkata 'aku lupa…..',
Menunggu selamanya ketika kamu berkata 'tunggu sebentar'.
Tetap tinggal ketika kamu berkata 'tinggalkan aku sendiri'.
Membuka pintu meski kamu BELUM mengetuk dan berkata 'bolehkah saya masuk ?'.

MENCINTAI... BUKAN lah bagaimana kamu melupakan, melainkan bagaimana kamu MEMAAFKAN.
BUKAN lah bagaimana kamu mendengarkan, melainkan bagaimana kamu MENGERTI.
BUKAN lah apa yang kamu lihat, melainkan apa yang kamu RASAKAN.
BUKAN lah bagaimana kamu melepaskan, melainkan bagaimana kamu BERTAHAN.
Lebih berbahaya mencucurkan air mata dalam hati, dibandingkan menangis tersedu-sedu.
Air mata yang keluar dapat dihapus, sementara air mata yang tersembunyi menggoreskan luka yang tidak akan pernah hilang.


Dalam urusan cinta, kita SANGAT JARANG menang..
Tapi ketika CINTA itu TULUS, meskipun kalah, kamu TETAP MENANG hanya karena kamu berbahagia dapat mencintai seseorang... LEBIH dari kamu mencintai dirimu sendiri.
Akan tiba saatnya dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang BUKAN karena orang itu berhenti mencintai kita, MELAINKAN karena kita menyadari bahwa orang itu akan lebih berbahagia apabila kita melepaskannya.
Apabila kamu benar-benar mencintai seseorang, jangan lepaskan dia, jangan percaya bahwa melepaskan SELALU berarti kamu benar-benar mencintai.

MELAINKAN... BERJUANGLAH demi cintamu.
Itulah CINTA SEJATI.
Kadang kala, orang yang kamu cintai adalah orang yang PALING menyakiti hatimu dan kadang kala, teman yang menangis bersamamu adalah cinta yang tidak kamu sadari.

Surat Untuk Bidadariku

Sebenarnya surat ini ingin kukirimkan kepadamu wahai engkau yang mampu melumpuhkan hatiku. Surat ini ingin kuselipkan dalam satu kehidupanmu, namun aku hanya lelaki yang tak memiliki keberanian dalam mengungkapkan semua percikan-percikan rasa yang terjadi dalam hatiku. Aku hanya dia yang engkau anggap tidak lebih, aku hanya merasa seperti itu.


Assalamu’alaikum wahai engkau yang melumpuhkan hatiku


Tak terasa aku memendam rasa itu, rasa yang ingin segera kuselesaikan tanpa harus mengorbankan perasaan aku atau dirimu. Seperti yang engkau tahu, aku selalu berusaha menjauh darimu, aku selalu berusaha tidak acuh padamu. Saat di depanmu, aku ingin tetap berlaku dengan normal walau perlu usaha untuk mencapainya.


Tahukah engkau wahai yang mampu melumpuhkan hatiku? Entah mengapa aku dengan mudah berkata “cinta” kepada mereka yang tak kucintai . Namun kepadamu, lisan ini seolah terkunci. Dan aku merasa beruntung untuk tidak pernah berkata bahwa aku mencintaimu, walau aku teramat sakit saat mengetahui bahwa aku bukanlah mereka yang engkau cintai walaupun itu hanya sebagian dari prasangkaku. Jika boleh aku beralasan, mungkin aku cuma takut engkau akan menjadi “illah” bagiku, karena itu aku mencoba untuk mengurung rasa itu jauh ke dalam, mendorong lagi, dan lagi hingga yang terjadi adalah tolakan-tolakan dan lonjakan yang membuatku semakin tidak mengerti.


Sakit hatiku memang saat prasangkaku berbicara bahwa engkau mencintai dia dan tak ada aku dalam kamus cintamu, sakit memang, sakit terasa dan begitu amat perih. Namun 1000 kali rasa itu lebih baik saat aku mengerti bahwa senyummu adalah sesuatu yang berarti bagiku. Ketentramanmu adalah buah cinta yang amat teramat mendekap hatiku, dan aku mengerti bahwa aku harus mengalah.


Wahai engkau yang melumpuhkan hatiku, andai aku boleh berdoa kepada Tuhan, mungkin aku ingin meminta agar Dia membalikkan sang waktu agar aku mampu mengedit saat-saat pertemuan itu hingga tak ada tatapan pertama itu yang membuat hati ini terus mengingatmu. Jarang aku memandang wanita, namun satu pandangan saja mampu meluluhkan bahkan melumpuhkan hati ini. Andai aku buta, tentu itu lebih baik daripada harus kembali lumpuh seperti ini.


Banyak lembaran buku yang telah kutelusuri, banyak teman yang telah kumintai pendapat. Sebahagian mendorongku untuk mengakhiri segala prasangkaku tentangmu tentang dia karena sebahagian prasangka adalah suatu kesalahan, mereka memintaku untuk membuka tabir lisan ini juga untuk menutup semua prasangka terhadapmu. Namun di titik yang lain ada dorongan yang begitu kuat untuk tetap menahan rasa yang terlalu awal yang telah tertancap dihati ini dan membukanya saat waktu yang indah yang telah ditentukan itu (andai itu bukan suatu mimpi).


Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mungkin aku bukanlah pejantan tangguh yang siap untuk segera menikah denganmu. Masih banyak sisi lain hidup ini yang harus ku kelola dan kutata kembali. Juga kamu wahai yang telah melumpuhkan hatiku, kamu yang dengan halus menolak diriku menurut prasangkaku dengan alasan belum saatnya memikirkan itu. Sungguh aku tidak ingin menanggung beban ini yang akan berujung ke sebuah kefatalan kelak jika hati ini tak mampu kutata, juga aku tidak ingin BERPACARAN denganmu.


Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mungkin saat ini hatiku milikmu, namun tak akan kuberikan setitik pun saat-saat ini karena aku telah bertekad dalam diriku bahwa saat-saat indahku hanya akan kuberikan kepada BIDADARI-ku. Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, tolong bantu aku untuk meraih bidadari-ku bila dia bukanmu.


Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, tahukah kamu betapa saat-saat inilah yang paling kutakutkan dalam diriku, jika saja Dia tidak menganugerahi aku dengan setitik rasa malu, tentu aku telah meminangmu bukan sebagai kekasihku namun sebagai istriku. Andai rasa malu itu tidak pernah ada, tentu aku tidak berusaha menjauhimu. Kadang aku bingung, apakah penjauhan ini merupakan jalan yang terbaik yang berarti harus mengorbankan ukhuwah diantara kita atau harus mengorbankan iman dan malu hanya demi hal yang tampak sepele yang demikian itu.


Aku yang tidak mengerti diriku…


Ingin ku meminta kepadamu, sudikah engkau menungguku hingga aku siap dengan tegak meminangmu dan kau pun siap dengan pinanganku?! Namun wahai yang telah melumpuhkan hatiku, kadang aku berpikir semua pasti berlalu dan aku merasa saat-saat ini pun akan segera berlalu, tetapi ada ketakutan dalam diriku bila aku melupakanmu… aku takut tak akan pernah lagi menemukan dirimu dalam diri mereka-mereka yang lain.


Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, ijinkan aku menutup surat ini dan biarkan waktu berbicara tentang takdir antara kita. Mungkin nanti saat dimana mungkin kau telah menimang cucu-mu dan aku juga demikian, mungkin kita akan saling tersenyum bersama mengingat kisah kita yang tragis ini. Atau mungkin saat kita ditakdirkan untuk merajut jalan menuju keindahan sebahagian dari iman, kita akan tersenyum bersama betapa akhirnya kita berbuka setelah menahan perih rindu yang begitu mengguncang.


Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mintalah kepada Tuhan-mu, Tuhan-ku, dan Tuhan semua manusia akhir yang terbaik terhadap kisah kita. Memintalah kepada-Nya agar iman yang tipis ini mampu bertahan, memintalah kepada-Nya agar tetap menetapkan malu ini pada tempatnya.


Wahai engkau yang sekarang kucintai, semoga hal yang terjadi ini bukanlah sebuah DOSA.


Wassalam